A.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana,
perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada
tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini
harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK
tersebut.
Undang-Undang No 21 tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan
tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai
jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa
keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan,
tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa
penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi
jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu
Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana
Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa
keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain
pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali dirubah, yakni :
1.
Sistem keuangan dan seluruh
kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai
kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen
penting dalam sistem perekonomian nasional.
2.
Terjadinya proses globalisasi
dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta
inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
3.
Adanya lembaga jasa keuangan
yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan
(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga
jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
4.
Banyaknya permasalahan lintas
sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan.
Harapan penataan
melalui UU No.21
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
1.
Penataan dimaksud dilakukan
agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani
permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin
tercapainya stabilitas sistem keuangan.
2.
Agar pengaturan dan pengawasan
terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara
terintegrasi
1. Visi Misi OJK
a. VISI
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri
jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,
dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional
yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
b.
MISI
Misi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:
a.
Mewujudkan
terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel;
b.
Mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
c.
Melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
1.
Fungsi OJK
1.
Mengawasi aturan main yang
sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2.
Menjaga stabilitas sistem
keuangan
3.
Melakukan pengawasan non-bank
dalam struktur yang sama seperti sekarang
4.
Pengawasan bank keluar dari
otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
2.
Tujuan dalam pembentukan OJK
a. Untuk
mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan,
konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di
bidang perekonomian.
b.
Mengatasi kompleksitas
keuangan global dari ancaman krisis.
c.
Menciptakan satu otoritas yang
lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
3. Tugas OJK
Botoritas jasa keuangan mempunyai
tugas sebagai berikut:
a. Mengatur dan
mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor perbankan,
b. Mengatur dan
mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal, dan
c. Mengatur dan
mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun,lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
4. Wewenang OJK
Untuk melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan di sektor
Perbankan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf a, OJK
mempunyai wewenang:
a. pengaturan dan
pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. perizinan untuk pendirian
bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan
sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
2. kegiatan usaha bank,
antara lain sumber
dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas
di bidang jasa;
b. pengaturan dan pengawasan
mengenai kesehatan bank yang meliputi:
1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas
maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan
pencadangan bank;
2. laporan bank yang
terkait dengan kesehatan
dan kinerja
bank;
3. sistem informasi debitur;
4. pengujian kredit (credit testing); dan
5. standar akuntansi bank;
c. pengaturan
dan pengawasan mengenai
aspek kehati-hatian bank,
meliputi:
1. manajemen risiko;
2. tata
kelola bank;
3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian
uang; dan
4.
pencegahan pembiayaan terorisme
dan kejahatan perbankan; dan
5.
pemeriksaan bank.
Untuk
melaksanakan tugas pengaturan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.
menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b.
menetapkan peraturan perundang-undangan di
sektorjasa keuangan;
c.
menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d.
menetapkan peraturan mengenai
pengawasan di sektor jasa keuangan;
e. Menetapkan kebijakan
mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f. Menetapkan
peraturan mengenai tata
cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu;
g.
Menetapkan peraturan mengenai
tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga
Jasa Keuangan;
h.
Menetapkan struktur organisasi
dan infrastruktur, serta
mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. Menetapkan
peraturan mengenai tata
cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan
tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK
mempunyai wewenang:
a. Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. Mengawasi pelaksanaan
tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
c. Melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan Konsumen, dan
tindakan lain terhadap Lembaga Jasa
Keuangan, pelaku, dan/atau
penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan;
d. Memberikan perintah
tertulis kepada Lembaga
Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
e. melakukan
penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi
administratif terhadap pihak
yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan; dan
h. memberikan
dan/atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang
perseorangan;
3. efektifnya
pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda
terdaftar;
5. persetujuan
melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. Persetujuan
atau penetapan pembubaran; dan
8. Penetapan
lain, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
5. Dewan Komisaris
Otoritas jasa keuangan dipimpin
oleh dewan komisioner yang bersifat koektif dan kolegial. Dewan komisiaris
beranggotakan sembilan orang anggota yang ditetapkan dengan keputusan presiden.
Mereka memiliki hak suara yang sama.
Adapun susunan anggotaannya sebagai berikut:
a. OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner.
b. Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersifat kolektif dan kolegial.
c. Dewan Komisioner
beranggotakan 9 (sembilan)
orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
d. Susunan Dewan
Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
1. Seorang Ketua
merangkap anggota;
2. Seorang Wakil
Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
3. Seorang Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Seorang Kepala Eksekutif
Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Seorang Kepala Eksekutif
Pengawas Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap
anggota;
6. Seorang Ketua
Dewan Audit merangkap anggota;
7. Seorang anggota
yang membidangi edukasi
dan perlindungan Konsumen;
8. Seorang anggota
Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
9. Seorang anggota
Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon I Kementerian Keuangan.
6. Pelayanan Otoritas Jasa Keuangan
Terhadap Konsumen dan Masyarakat
Untuk
perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan
pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi:
a.
memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor
jasa keuangan, layanan, dan produknya;
b.
meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan
tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
c.
tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
OJK
melakukan pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi:
a.
menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
b.
membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa
Keuangan; dan
c.
memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di
Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
1.
Untuk perlindungan konsumen dan
masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi:
a. memerintahkan
atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud.
b. mengajukan
gugatan:
1. untuk
memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang
menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang
menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan
itikad tidak baik; dan atau
2. untuk
memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen
dan atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
2.
Ganti kerugian seperti dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk
pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.
7. Hubungan Kelembagaan
dalam melaksanakan tugasnya,
OJK berkoordinasi dengan bank indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di
bidang perbankan antara lain:
a. Kewajiban
pemenuhan modal minimun bank
b. Sistem
informasi perbankan yang terpadu
c. Kebijakan penerimaan
dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial
luar negeri
d. Produk
perbankan, transaksi deridativ, kegiatan usaha bank lainnya
e. Penetuan
institusi bank yang masuk kategory systemically important bank dan
f. Data lain yang
dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasian informasi.
8. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan
Untuk menjaga stabilitas
sistem keuangan, dibentuk forum koordinasi stabilitas sistem keuangan anggota
terdiri atas:
a. Menteri
keuanggan selaku anggota merangkap koordinator
b. Gubernur bank
indonesia selaku anggota
c. Ketua dewan
komisaris OJK selaku anggota dan
d. Ketua dewan
komisioner lembaga penjamin simpanan selaku anggota